Sejarah Indonesia Raya
Indonesia Raya merupakan sebuah kumpulan not-not tangga nada yang tersusun secara indah yang dibuat oleh salah seorang pemuda bangsa Indonesia yang berbakat yaitu W.R.Supratman. Lagu ini dinyanyikan pertama kali pada saat kongres pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada waktu itu, lagu Indonesia Raya dimainkan dengan menggunakan biola.
Lirik lagu Indonesia Raya buatan W.R. Supratman memiliki tiga buah stenza yang masing-masing menggambarkan kekayaan Negara dan Bangsa Indonesia pada waktu itu, sungguh sangat indah sekali. Namun sayangnya, generasi sekarang ini banyak yang kurang mengetahui dua buah stenza dari lagu Indonesia Raya, karena yang sering dikumandangkan pada saat upacara bendera hanyalah stenza pertama dari lagu Indonesia Raya.
Sesuatu yang Hilang
Sekali lagi bahwa tulisan ini hanya sebatas opini penulis, tidak ada unsur memprovokasi dan sebagainya. Berikut adalah dua stenza dari lagu Indonesia Raya sebenarnya.
Indonesia Tanah yang Mulia
Tanah kita yang Kaya
Disanalah aku berada
Untuk slama-lamanya,
Indonesia Tanah Pusaka
Pusaka kita semuanya
Marilah kita mendoa
Indonesia Bahagia,
Suburlah Tanahnya
Suburlah Jiwanya
Bangsanya, Rakyatnya, Semuanya
Sadarlah Hatinya
Sadarlah Budinya
Untuk Indonesia Raya
REFF :
Indonesia Tanah yang Suci
Tanah kita yang Sakti
Disanalah aku berdiri
Menjaga Ibu Sejati,
Indonesia Tanah Berseri
Tanah yang aku Sayangi
Marilah kita Berjanji
Indonesia Abadi,
Slamatlah Rakyatnya
Slamatlah Putranya
Pulaunya, Lautnya, Semuanya
Majulah Negerinya
Majulah Pandunya
Untuk Indonesia Raya
REFF :
Setiap sajak dari stenza tersebut memiliki arti yang begitu mendalam. Cita-cita para pendiri bangsa yang tinggi. Yang ingin membentuk sebuah keutuhan Bangsa dan Negara dengan senantiasa mensyukuri karunia yang diberikan oleh Allah kepada bangsa Indonesia.
Anehnya adalah ada bagian dari negara yang hilang seiring dengan hilangnya kumandang dua stenza tersebut diatas. Yang dulu dikatakan tanah yang kaya, kini malah menjadi tanah perasan bangsa lain. Yang dulu dikatakan tanah yang subur, kini tak sesubur dulu lagi. Setiap jengkal tanah negara menjadi objek eksplorasi bangsa asing, serta menjadi tanah perebutan proyek antar perusahaan yang hendak mengubahnya menjadi kawasan industri dan pemukiman. Tanah yang dulunya bagaikan permadani hijau, kini menjadi sebuah gombal abu-abu yang ditutupi dengan jelaga hitam akibat proses industri.
Bila dulu harapan bangsa Indonesia adalah sadarlah hati dan budinya, kini tak lagi ada kata-kata itu. Semua pejabat pemerintah baik pada tingkat manapun telah lupa dengan visi dan misinya, mereka tidak sadar ada tanggung jawab besar dipundaknya. Bila dulu dikatakan slamatlah rakyatnya, putranya, pulaunya, lautnya, dan semuanya. Kini tak berarti apa-apa lagi. Rakyat terlihat seperti diadu domba dalam hal yang sepele. Kerusuhan antar kampung terjadi dimana-mana. Generasi yang seharusnya menjadi penerus perjuangan bangsa kini telah terpengaruh dengan budaya-budaya asing yang melunturkan hampir 90% jiwa kebangsaannya. Sebagian dari mereka terjerumus dalam jaringan narkoba, seks bebas, gang motor, dan sebagainya. Beberapa pulau yang dulunya termasuk kedalam wilayah Republik Indonesia, kini satu per satu diperjualbelikan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab yang memiliki kepentingan untuk dirinya sendiri. Ditambah lagi dengan bencana yang akhir-akhir ini sering terjadi di wilayah Indonesia. Sungguh sangat memprihatinkan bukan?
Benarkah dengan hilangnya dua stenza dari Indonesia Raya tersebut menjadi penyebab hilangnya identitas bangsa seperti tersebut diatas? Jawaban itu ada pada diri pembaca sekalian sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar